![]() |
Pertamax7.com |
Isu
kenaikan harga BBM selalu menjadi ajang bagi mahasiswa untuk menunjukkan rasa
cintanya pada rakyat, sekaligus bukti tidak sejalannya antara pemerintah dan
kelompok orang yang merasa dirinya terdidik. Unjuk rasa atau demo merupakan
salah satu dari sekian banyak cara mahasiswa untuk menyamapaikan sikap atas
kebijakan pemerintah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
misalnya, memilih untuk melakukan sosialisasi di acara car free day dalam menyampaikan sikap dan dukungan atas pengalihan
subsidi BBM tahun 2014, dengan harapan hasil kajian yang disampaikan mahasiswa
bisa dipahami oleh masyarkat secara lansung. Berbeda dengan apa yang dilakukan
BEM FE UI, mereka memilih cara untuk menyampaikan sikap resmi melalui
konferensi pers sebagai bentuk dukungan atas kenaikan harga BBM sekaligus
penyalihan anggaran penghematan tersebut
pada sektor produktif.
Sedangkan
mahasiswa Gadjah Mada dan ITB, sejauh pengamatan saya, belum menentukan sikap
atas untuk menolak atau mendukung kenaikan harga BBM. Lalu bagaimana dengan
mahasiswa yang selama ini menghiasi layar televisi indonesia? Menyampaikan aspirasi dengan cara yang
anarkis? Apa kabar mahasiswa Makasar? Banten? Untuk itu, saya akan menyampaikan
opini mengenai aksi demo yang anarkis dari mereka yang mengaku mahasiswa.
1. Makasar
Ada
beberapa kampus besar di Makasar diantaranya Universitas Hassanudin,
Universitas 45, Universitas Islam Negeri Alaudin, Universitas Muhamadiyah,
Universitas Negeri Makasar. Nama-nama kampus tersebut semakin nyaring terdengar
seiring dengan berkembangnya isu-isu nasional yang berkaitan lansung dengan
masyarakat, seakan demo anarkis satu-satunya jalan bagi mereka menunjukkan
eksitensi di kancah nasional.
Fakta
pertama adalah saat mahasiswa Universitas Negeri Makasar memblokir dua jalan
protokol yakni, Jalan AP Pettarani dan Jalan Sultan Alaudin yang berlansung
lebih dari 3 jam. (sumber: daerah.sindonews.com). Fakta kedua adalah bentrokan
antar polisi dan mahasiswa yang menamakan diri Lingkar Mahasiswa Sulsel dibawah
Flay over Jalan Urip Sumoharjo Makasar. (Sumber: daerah.sindonews.com)
Dari
dua berita diatas sudah cukup membuat masyarakat Indonesia untuk memilih
bersimpati atau prihatin akan kelakuan mahasiswa makasar. Sikap mahasiswa
makasar yang melakukan demo secara anarkis seakan mencitrakan wajah kampus di
Indonesia, sedangkan makasar bukanlah barometer kampus di negeri ini. Kota
pendidikan disematkan pada Yogyakarta karena memiliki banyak kampus, tapi
hampir tak pernah kita dengar istilah demo anarkis dari yogyakarta. Di Bandung
ada ITB, UPI, dan Unpad, namun tak pernah kita mendengar mahasiswa melakukan
kekerasan dalam menyampaikan aspirasi.
Bukan berarti mahasiswa Bandung diam, namun cara mereka dalam menyampaikan
aspirasi diiringi dengan kecerdasan emosional dan kematangan cara berfikir.
Jakarta (lokasi: Depok) punya
Universitas Indonesia, sebagai kampus terbaik di negeri ini dan telah menjadi
barometer kesuksesan perguruan tinggi. Seharusnya mahasiswa di Makasar bisa introspeksi
diri dan belajar dari kampus yang secara akademik lebih baik.
2. Banten
Jika bicara
Banten, ingatan masyarakat akan teringat pada Gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Choisyiah dan Walikota Tangerang
Selatan, Airin Rachmi Diany. Dua tokoh wanita asal Banten yang terkenal akibat
kasus korupsi dalam dinasti politik keluarga Atut. Namun tak begitu dengan
pendidikan tinggi di Banten, masih asing ditelingan kita jika menyebut kata
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Universitas Serang Raya. Secara pendidikan,
Banten masih jauh tertinggal ketimbang daerah lain di Pulau Jawa.
Namun tak
demikian dengan aktivisme di Banten, mahasiswa dari berbagai golongan begitu
aktif memperjuangkan suara yang katanya dari rakyat, serta hasil kajian yang
katanya dari golongan terdidik dan mengerti semua bidang kelimuan, khususnya
mengenai penolakan atas kenaikan harga BBM. Hal yang paling ditentang semua
pihak adalah soal demo nan anarkis, apapun alasannya, tak bisa dibenarkan saat
mehasiswa menyampaikan aspirasi secara anarkis.
Hal yang
harus menjadi bahan renungan mahasiswa Banten adalah ketika aktivisme yang
berlebihan tak sajalan dengan peningkatan kualitas pendidikan, itulah tugas
berat mahasiswa Banten. Bukannya sibuk dengan ego sektoral, mamaksakan pendapat
dan berakhir dengan demo anarkis. Masih banyak pekerjaan rumah banten,
ketimbang sibuk dengan isu nasional. Hidup Mahasiswa Indonesia !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar