Demo Anarkis dan Keterbelakangan Pendidikan

Joni | 22 Nov 2014 |

22 Nov 2014

Pertamax7.com



Isu kenaikan harga BBM selalu menjadi ajang bagi mahasiswa untuk menunjukkan rasa cintanya pada rakyat, sekaligus bukti tidak sejalannya antara pemerintah dan kelompok orang yang merasa dirinya terdidik. Unjuk rasa atau demo merupakan salah satu dari sekian banyak cara mahasiswa untuk menyamapaikan sikap atas kebijakan pemerintah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran misalnya, memilih untuk melakukan sosialisasi di acara car free day dalam menyampaikan sikap dan dukungan atas pengalihan subsidi BBM tahun 2014, dengan harapan hasil kajian yang disampaikan mahasiswa bisa dipahami oleh masyarkat secara lansung. Berbeda dengan apa yang dilakukan BEM FE UI, mereka memilih cara untuk menyampaikan sikap resmi melalui konferensi pers sebagai bentuk dukungan atas kenaikan harga BBM sekaligus penyalihan anggaran penghematan tersebut  pada sektor produktif.
Sedangkan mahasiswa Gadjah Mada dan ITB, sejauh pengamatan saya, belum menentukan sikap atas untuk menolak atau mendukung kenaikan harga BBM. Lalu bagaimana dengan mahasiswa yang selama ini menghiasi layar televisi indonesia?  Menyampaikan aspirasi dengan cara yang anarkis? Apa kabar mahasiswa Makasar? Banten? Untuk itu, saya akan menyampaikan opini mengenai aksi demo yang anarkis dari mereka yang mengaku mahasiswa.
1.      Makasar
Ada beberapa kampus besar di Makasar diantaranya Universitas Hassanudin, Universitas 45, Universitas Islam Negeri Alaudin, Universitas Muhamadiyah, Universitas Negeri Makasar. Nama-nama kampus tersebut semakin nyaring terdengar seiring dengan berkembangnya isu-isu nasional yang berkaitan lansung dengan masyarakat, seakan demo anarkis satu-satunya jalan bagi mereka menunjukkan eksitensi di kancah nasional.
Fakta pertama adalah saat mahasiswa Universitas Negeri Makasar memblokir dua jalan protokol yakni, Jalan AP Pettarani dan Jalan Sultan Alaudin yang berlansung lebih dari 3 jam. (sumber: daerah.sindonews.com). Fakta kedua adalah bentrokan antar polisi dan mahasiswa yang menamakan diri Lingkar Mahasiswa Sulsel dibawah Flay over Jalan Urip Sumoharjo Makasar. (Sumber: daerah.sindonews.com)
            Dari dua berita diatas sudah cukup membuat masyarakat Indonesia untuk memilih bersimpati atau prihatin akan kelakuan mahasiswa makasar. Sikap mahasiswa makasar yang melakukan demo secara anarkis seakan mencitrakan wajah kampus di Indonesia, sedangkan makasar bukanlah barometer kampus di negeri ini. Kota pendidikan disematkan pada Yogyakarta karena memiliki banyak kampus, tapi hampir tak pernah kita dengar istilah demo anarkis dari yogyakarta. Di Bandung ada ITB, UPI, dan Unpad, namun tak pernah kita mendengar mahasiswa melakukan kekerasan dalam menyampaikan  aspirasi. Bukan berarti mahasiswa Bandung diam, namun cara mereka dalam menyampaikan aspirasi diiringi dengan kecerdasan emosional dan kematangan cara berfikir.
            Jakarta (lokasi: Depok) punya Universitas Indonesia, sebagai kampus terbaik di negeri ini dan telah menjadi barometer kesuksesan perguruan tinggi. Seharusnya mahasiswa di Makasar bisa introspeksi diri dan belajar dari kampus yang secara akademik lebih baik.

2.      Banten
Jika bicara Banten, ingatan masyarakat akan teringat pada Gubernur Banten non aktif,  Ratu Atut Choisyiah dan Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. Dua tokoh wanita asal Banten yang terkenal akibat kasus korupsi dalam dinasti politik keluarga Atut. Namun tak begitu dengan pendidikan tinggi di Banten, masih asing ditelingan kita jika menyebut kata Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Universitas Serang Raya. Secara pendidikan, Banten masih jauh tertinggal ketimbang daerah lain di Pulau Jawa.
Namun tak demikian dengan aktivisme di Banten, mahasiswa dari berbagai golongan begitu aktif memperjuangkan suara yang katanya dari rakyat, serta hasil kajian yang katanya dari golongan terdidik dan mengerti semua bidang kelimuan, khususnya mengenai penolakan atas kenaikan harga BBM. Hal yang paling ditentang semua pihak adalah soal demo nan anarkis, apapun alasannya, tak bisa dibenarkan saat mehasiswa menyampaikan aspirasi secara anarkis.
Hal yang harus menjadi bahan renungan mahasiswa Banten adalah ketika aktivisme yang berlebihan tak sajalan dengan peningkatan kualitas pendidikan, itulah tugas berat mahasiswa Banten. Bukannya sibuk dengan ego sektoral, mamaksakan pendapat dan berakhir dengan demo anarkis. Masih banyak pekerjaan rumah banten, ketimbang sibuk dengan isu nasional. Hidup Mahasiswa Indonesia !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar