Kabupaten
50 Kota terletak dilokasi yang sangat strategis, yaitu penghubung provinsi
Sumater Barat dan Riau. Luas daerah daerah 3.354,30 km persegi atau 7,94 persen
dari luas Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten yang akan menyelenggaran Pemilu
Kepala Daerah ini memiliki jumlah penduduk 359.859 jiwa dan 70 persen adalah
penduduk usia produktif. Sungguh sangat pontensial jika dilihat dari segi
demografi dan sumber daya manusia.
Lima Puluh
Kota memiliki beragam potensi daerah, diantaranya perkebunan dan peternakan.
Gambir adalah hasil perkebunan dari
kecamatan Kapur IX dan terbesar di Indonesia. Sedangkan kakao adalah hasil
perkebunan dari kecamatan Lareh Sago Halaban dan masih sangat potensial untuk
dikembangkan dan mengangkat perekonomian masyarakat 50 Kota. Di bidang lain,
sektor peternakan juga berkembang pesat dan hasilnya mampu memasok kebutuhan
telur di beberapa provinsi di Pulau Sumatera. Hal ini harus didukung dengan
pembangunan infrastruktur yang layak dan industri penyokong peternakan ayam
petelur, seperti pabrik pembuatan kertas tempat telur ayam, pabrik pakan
ternak, pabrik pengolahan hasil pertanian guna meningkatakan value added atau
nilai tambah produk.
Untuk
menjawab semua tantangan tersebut, dibutuhkan calon pemimpin yang memahami
potensi daerah 50 Kota serta memiliki jaringan dan pengalaman di tingkat
nasional. Untuk lebih jelas, pemaparannya sebagai berikut.
Pertama,
Pemimpin harus memahami karakteristik daerah yang akan di pimpin. Apakah itu
adat istiadat setempat, pola komunikasi, aspek budaya, hingga potensi sumber
daya manusia. Hal ini sebagai berguna untuk mencegah konflik sosial yang banyak
terjadi di daerah lain di Indonesia, antar masyarakat ataupun antara pemerintah
dan masyarakat. Pendapat ini senada dengan UU PILKADA tahun 2014 pasal 13 Ayat
1, yang berbunyi,”Mengenal daerahnya dan dikenal masyarakat daerahnya.”
Kedua, memiliki
jaringan yang kuat. Sebagai simbol suatu daerah, bupati semestinya bisa
menjalin koordinasi dengan setiap orang yang memiliki potensi untuk membangun
daerah secara gotong royong, seperti pengusaha, tokoh adat, tokoh pemuda, atau
masyarakat yang merantau ke daerah lain. Semua unsur itu merupakan peluang dan
keuntungan yang harus dimanfaatkan membangun daerah. Selain kuat secara
internal, kepala daerah juga harus mampu berbicara di tingkat nasional, mampu
menarik investor untuk datang ke daerah, mampu melobi pengambil kebijakan di
pusat untuk membangun daerah, mampu memancing perusahaan untuk melakukan CSR ke
daerah. Sebagai contoh, Ridwan Kamil, Walikota Bandung menerima CSR berupa bus
wisata “Bandros” dari beberapa perusahaan.
Ketiga,
pemimpin harus memiliki semangat muda. Semangat muda tak hanya muda dari segi
umur, tetapi harus memiliki jiwa dan gelora semangat untuk membawa perubahan
dan kemajuan kearah yang lebih baik dari waktu ke waktu. Daerah, khususnya
Kabupaten dan Kota sudah jenuh dengan gaya kepemimpinan pasif yang
dipertontonkan kepala daerah saat Orde Baru. Pemimpin era sekarang harus
berlari untuk memajukan daerah, tak cukup hanya dengan duduk dikantor, tanda
tangan surat, ajukan anggaran belanja dan kerjakan proyek tanpa skala prioritas
dan kebutuhan masyarakat.
Terakhir,
sebagai simpulan dari artikel ini. Pemimpin yang dinantikan rakyat adalah sosok
yang mampu menawarkan terobosan pemerintah sebagai pelayan masyarakat saat
kampanye dan merealisasikan semua janji
tersebut melalui program- program yang tepat sasaran, dan didukung oleh
kualitas cara berfikir pemimpin yang modern namun berbingkai kearifan lokal.
Salam perubahan !
Oleh: Citra Joni (Sago Political Institute)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar