31 Malam di Purwasari

Joni | 3 Des 2014 |

3 Des 2014



Ilustrasi Suasana Hati


“Tak ada yang begitu amat mengena di hati selain rasa manis yang muncul dari isak tangis bersama” -Jean Jacques Rousseau
Sebagai filsuf Perancis penggagas gerakan romantisme, kata-kata Rousseau mungkin ada benarnya. riwayat hidupnya yang dramatis, penuh gejolak emosional, dan petualangan-petualangan turut mempengaruhi pikirannya. Masa kecilnya adalah seorang Kalvinis, lalu berubah ketika bertemu Baronne de Warrens yang membuatnya menjadi Katolik. Pengalaman Rousseau inilah yang mendasari cukilan kata diatas. Memang pengalaman hidup saya tidak seromantis Rousseau, namun pengalaman Kuliah Kerja Nyata Mandiri (KKNM-Intergratif) awal tahun ini paling tidak mengekspresikan romantisme seorang Rousseau.
Terdampar di Desa Purwasari, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis menjadi awal kisah ini. Awalnya ingin menolak, tapi tangan tak sampai untuk memeluk gunung. Perjalanan Jatinangor-Kawali memakan waktu sekitar 4 jam dengan menggunakan jalan darat. Berangkat bersama satu rombongan yang terdiri dari 17 manusia dengan berbagai karakter seakan menjadi tantangan tersendiri.
Sewaktu senja, rombongan itu tiba di gubuk tempat tinggal mereka. Berjalan lunglai karena tenaga terkuras selama perjalanan, satu per satu manusia mulai masuk ke dalam gubuk. Tanpa komando, mereka bergegas membersihkan dan menata ulang gubuk tersebut. Agar layak sebagai tempat tinggal manusia rupanya. Karena 17 manusia ini akan tinggal disana selama 30 hari (tapi sebenarnya 31 hari).
Rombongan KKNM dipimpin oleh seorang manusia super bernama Farhan, dengan wajah layaknya pujangga ia didaulat menjadi pimpinan rombongan. Selanjutnya adalah mereka yang ada dibawah komando Farhan adalah: Joni, Yogi, Tasbih, Vieska, Dewanthi, Ubbo, Nikita, Lampita, Valent, Cha2, Alita, Ghina, Febby, Puri, Lintang,Winda,dan Ira.

Minggu pertama hidup bersama lebih banyak dilalui dengan penyesuaian diri. Saling bercanda, saling bercerita antara satu teman dengan teman lain adalah pemandangan biasa. Dalam minggu pertama ini, rutinitas yang pasti dilakukan adalah bermain kartu. Nampak tidak bersungguh-sungguh memang, namun permainan ini rupanya mengakrabkan mereka. Permainannya simple: yang kalah akan dicolek mukanya dengan tepung. Tak perlu lagi saya bercerita soal scrabble, karna yakin kalian tak akan pernah lupakan itu sampai jadi kakek nenek. Amin
Seakan terjangkit penyakit, pada minggu pertama ini banyak anggota yang ingin segera kembali ke Jatinangor. Untungnya pimpinan Farhan sangat bijaksana. Ia menetapkan aturan bahwa diperbolehkan pulang ke Bandung asalkan bergantian. Kebijakan ini bagaikan angin surga bagi anggota kelompok yang terjangkit penyakit pulang.Dewanti menjadi anggota rombongan yang pertama kali pamit pulang. Pimpinan Farhan hanya berpesan: “Jangan lupa kalau balik ke desa purwasari !!”
Selanjutnya secara bergantian satu per-satu gerombolan manusia kota ini kembali ke habitat Purwasari. Beberapa hari berselang, mereka mulai menyusun program kegiatan bagi masyarakat sekitar. Tujuan mereka mulia, memberikan seluruh kemampuan untuk kemaslahatan masyarakat sekitar. Namun karena isi otak mereka berbeda-beda, rapat program kerja layaknya perang. Lagi-lagi kedewasaan masing-masing individu menjadi penengah dalam perbedaan-perbedaan itu. Dalam semalam, Program Kegiatan KKN sudah tersusun dengan baik.
Minggu kedua rombongan ini sudah mulai dengan kesibukannya, mengurus ini-itu untuk kepentingan program. Kegiatan mereka bermacam, mulai dari menghadiri pengajian,pertandingan futsal, pengajaran di sekolah, sampai mengajarkan mengaji pada anak-anak kecil di sekitar. Bertambah hari, kelompok ini semakin solid. Mereka sudah saling memiliki, saling berbagi, bahkan saling menguatkan. Soliditas tim inilah yang membuat berbagai pekerjaan dilalui dengan mudah.
Cinta, Canda dan Persahabatan
Di tengah kesibukan mereka, masih ada saja cerita lucu yang muncul. Kelucuan ini berasal dari masing-masing karakter individu dalam rombongan sebenarnya. Farhan misalnya,salah satu mahasiswa terbaik yang dimiliki fakultas hukum, punya jiwa kepemimpinan, namung jarang sekali mau bergabung untuk bercerita dan senda gurau dengan teman-teman lain.
Ira yang manja, Winda dan Ubbo yang lugu, Vieska yang keibuan, Yogi yang religius, Tasbih yang Unyu, Puri yang Nasehater, Nikita yang Gombal, Lampita yang Comblanger, Febby yang Wonderwomen, Valent yang pendiam, Lintang dengan suara kerasnya,Alita yang Babyface, Ghina yang telat modus, Cha2 yang cerewet dan Dewanti yang unik dan “oon” selalu menjadi cerita tersendiri dalam kehidupan mereka.
Misalnya saja Ira yang selalu tulalit ketika rapat, De yang hampir menangis saat ditilang polisi, cerita tentang kemesraan Farhan dengan Febby, maupun kisah pernyataan cinta
segitiga yang dilakukan Tasbih, ghina, dan Ira terangkai dalam sebuah kaleidoskop KKN Desa Purwasari. Bermula dari canda, mereka menyatukan karakter individu, melebur egoisme dan ambisi demi sebuah kebersamaan. Canda itu menumbuhkan cinta, bukan cinta dalam pengertian romeo and julliet, cinta mereka melebihi itu. Kisah saat sarapan bersama, makan siang bersama, atau makan malam bersama menunjukkan kecintaan mereka terhadap sesama anggota kelompok.
Cinta berbuah menjadi Persahabatan. Persahabatan mereka tanpa mengenal jenis kelamin, tanpa membedakan status sosial, bahkan karakter individu. Seolah rasa cinta dan canda tersebut melebur menjadi satu dalam kisah persahabatan mereka.
Minggu terakhir adalah minggu yang paling berat untuk masing-masing anggota. Bukan karena program mereka, namun perpisahan itulah yang membuat mereka berberat hati. Pada malam perpisahan mereka berkumpul. Tumpahan rasa marah, rasa sayang, rasa cinta, rasa kagum, sampai pada nasehat bercampur menjadi tangisan.

Hari ke-31, mereka kembali dalam kehidupan layaknya dahulu. Rutinitas sebagai seorang mahasiswa dijalani kembali, bedanya tanpa 17 sahabat di kamar mereka. Jika kamar kos salah seorang dari mereka cukup untuk memuat 17 manusia, mungkin salah seorang dari mereka akan minta 17 sahabat mereka untuk tinggal bersama sekali lagi. Namun apa mau dikata, waktu terus berjalan, dan kehidupan tak akan bisa diulang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar